Hukum di Indonesia
merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, hukum agama, dan hukum adat.
Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana berbasis pada
hukum Eropa, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia
yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia-Belanda (Nederlandsch-Indie).
Hukum agama karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka
dominasi hukum atau syariat Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan,
kekeluargaan, dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum
adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan
penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang
ada di wilayah nusantara.
Sejarah Hukum di Indonesia
• Periode Kolonialisme
• Periode Revolusi Fisik Sampai Demokrasi Liberal
• Periode Demokrasi Terpimpin Sampai Orde Baru
• Periode Pasca Orde Baru (1998 – Sekarang)
• Periode Kolonialisme
• Periode Revolusi Fisik Sampai Demokrasi Liberal
• Periode Demokrasi Terpimpin Sampai Orde Baru
• Periode Pasca Orde Baru (1998 – Sekarang)
1. Periode Kolonialisme
Periode kolonialisme terbagi ke dalam tiga tahapan besar, yakni: periode VOC, Liberal Belanda dan Politik etis hingga penjajahan Jepang.
Periode kolonialisme terbagi ke dalam tiga tahapan besar, yakni: periode VOC, Liberal Belanda dan Politik etis hingga penjajahan Jepang.
a. Periode VOC
Pada masa pendudukan VOC, sistem hukum yang diterapkan bertujuan untuk:
1) Kepentingan ekspolitasi ekonomi demi mengatasi krisis ekonomi di negeri Belanda;
2)Pendisiplinan rakyat pribumi dengan cara yang otoriter; dan
3) Perlindungan terhadap pegawai VOC, sanak-kerabatnya, dan para pendatang Eropa.
Pada masa pendudukan VOC, sistem hukum yang diterapkan bertujuan untuk:
1) Kepentingan ekspolitasi ekonomi demi mengatasi krisis ekonomi di negeri Belanda;
2)Pendisiplinan rakyat pribumi dengan cara yang otoriter; dan
3) Perlindungan terhadap pegawai VOC, sanak-kerabatnya, dan para pendatang Eropa.
Hukum
Belanda diberlakukan terhadap orang-orang Belanda atau Eropa. Sedangkan bagi
pribumi, yang berlaku adalah hukum-hukum yang dibentuk oleh tiap-tiap komunitas
secara mandiri. Tata pemerintahan dan politik pada zaman itu telah meminggirkan
hak-hak dasar rakyat di nusantara dan menjadikan penderitaan yang mendalam
terhadap rakyat pribumi di masa itu.
b. Periode liberal Belanda
Pada 1854 di Hindia Belanda
diterbitkan Regeringsreglement (selanjutnya disebut RR 1854) atau Peraturan
tentang Tata Pemerintahan (di Hindia Belanda) yang tujuan utamanya melindungi
kepentingan kepentingan usaha-usaha swasta di negeri jajahan dan untuk pertama
kalinya mengatur perlindungan hukum terhadap kaum pribumi dari
kesewenang-wenangan pemerintahan jajahan. Hal ini dapat ditemukan dalam
(Regeringsreglement) RR 1854 yang mengatur tentang pembatasan terhadap
eksekutif (terutama Residen) dan kepolisian, dan jaminan terhadap proses
peradilan yang bebas.
Otokratisme administrasi
kolonial masih tetap berlangsung pada periode ini, walaupun tidak lagi sebengis
sebelumnya. Namun, pembaruan hukum yang dilandasi oleh politik liberalisasi
ekonomi ini ternyata tidak meningkatkan kesejahteraan pribumi, karena
eksploitasi masih terus terjadi, hanya subyek eksploitasinya saja yang
berganti, dari eksploitasi oleh negara menjadi eksploitasi oleh modal swasta.
c. Periode Politik Etis Sampai
Kolonialisme Jepang
Kebijakan Politik Etis dikeluarkan pada awal abad 20. Di antara kebijakan-kebijakan awal politik etis yang berkaitan langsung dengan pembaharuan hukum adalah:
Kebijakan Politik Etis dikeluarkan pada awal abad 20. Di antara kebijakan-kebijakan awal politik etis yang berkaitan langsung dengan pembaharuan hukum adalah:
1) Pendidikan untuk anak-anak pribumi,
termasuk pendidikan lanjutan hukum;
2) Pembentukan Volksraad, lembaga
perwakilan untuk kaum pribumi;
3) Penataan organisasi pemerintahan,
khususnya dari segi efisiensi;
4) Penataan lembaga peradilan, khususnya
dalam hal profesionalitas;
5) Pembentukan peraturan
perundang-undangan yang berorientasi pada kepastian hukum.
Hingga
runtuhnya kekuasaan kolonial, pembaruan hukum di Hindia Belanda mewariskan:
1) Dualisme/pluralisme hukum privat
serta dualisme/pluralisme lembaga-lembaga peradilan;
2) Penggolongan rakyat ke dalam tiga
golongan; Eropa dan yang disamakan, Timur Asing, Tionghoa dan Non-Tionghoa, dan
Pribumi.
Masa pendudukan Jepang pembaharuan hukum tidak banyak
terjadi seluruh peraturan perundang-undangan yang tidak bertentangan dengan
peraturan militer Jepang, tetap berlaku sembari menghilangkan hak-hak istimewa
orang-orang Belanda dan Eropa lainnya. Beberapa perubahan perundang-undangan
yang terjadi:
1) Kitab UU Hukum Perdata, yang semula hanya berlaku untuk
golongan Eropa dan yang setara, diberlakukan juga untuk orang-orang Cina;
2)
Beberapa peraturan militer disisipkan dalam peraturan perundang-undangan pidana
yang berlaku.
Di bidang peradilan, pembaharuan yang dilakukan adalah:
1)
Penghapusan dualisme/pluralisme tata peradilan;
2) Unifikasi kejaksaan;
3)
Penghapusan pembedaan polisi kota dan pedesaan/lapangan;
4) Pembentukan lembaga
pendidikan hukum;
5) Pengisian secara massif jabatan-jabatan administrasi
pemerintahan dan hukum dengan orang-orang pribumi.
2. Periode Revolusi Fisik Sampai Demokrasi Liberal
a. Periode Revolusi Fisik
Pembaruan hukum yang sangat berpengaruh di masa awal ini adalah pembaruan di dalam bidang peradilan, yang bertujuan dekolonisasi dan nasionalisasi:
Pembaruan hukum yang sangat berpengaruh di masa awal ini adalah pembaruan di dalam bidang peradilan, yang bertujuan dekolonisasi dan nasionalisasi:
1) Meneruskan unfikasi badan-badan
peradilan dengan melakukan penyederhanaan;
2) Mengurangi dan membatasi peran
badan-badan pengadilan adat dan swapraja, kecuali badan-badan pengadilan agama
yang bahkan dikuatkan dengan pendirian Mahkamah Islam Tinggi.
b. Periode Demokrasi Liberal
UUDS 1950 yang telah mengakui
hak asasi manusia. Namun pada masa ini pembaharuan hukum dan tata peradilan
tidak banyak terjadi, yang ada adalah dilema untuk mempertahankan hukum dan
peradilan adat atau mengkodifikasi dan mengunifikasinya menjadi hukum nasional
yang peka terhadap perkembangan ekonomi dan tata hubungan internasional.
Kemudian yang berjalan hanyalah unifikasi peradilan dengan menghapuskan seluruh
badan-badan dan mekanisme pengadilan atau penyelesaian sengketa di luar
pengadilan negara, yang ditetapkan melalui UU No. 9/1950 tentang Mahkamah Agung
dan UU Darurat No. 1/1951 tentang Susunan dan Kekuasaan Pengadilan.
3. Periode Demokrasi Terpimpin Sampai
Orde Baru
a. Periode Demokrasi Terpimpin
Langkah-langkah pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang dianggap sangat berpengaruh dalam dinamika hukum dan peradilan adalah:
1)
Menghapuskan doktrin pemisahan kekuasaan dan mendudukan MA dan badan-badan
pengadilan di bawah lembaga eksekutif;
2)
Mengganti lambang hukum dewi keadilan menjadi pohon beringin yang berarti
pengayoman;
3)
Memberikan peluang kepada eksekutif untuk melakukan campur tangan secara
langsung atas proses peradilan berdasarkan UU No.19/1964 dan
UU No.13/1965;
4) Menyatakan bahwa hukum perdata pada masa kolonial tidak berlaku kecuali
sebagai rujukan, sehingga hakim mesti mengembangkan putusan-putusan yang lebih
situasional dan kontekstual.
b. Periode Orde Baru
Perkembangan
dan dinamika hukum dan tata peradilan di bawah Orde Baru justru diawali oleh
penyingkiran hukum dalam proses politik dan pemerintahan. Di bidang
perundang-undangan, rezim Orde Baru ?membekukan? pelaksanaan UU Pokok Agraria,
dan pada saat yang sama membentuk beberapa undang-undang yang memudahkan modal
asing berinvestasi di Indonesia; di antaranya adalah UU Penanaman Modal Asing,
UU Kehutanan, dan UU Pertambangan. Selain itu, orde baru juga melakukan:
1) Penundukan lembaga-lembaga hukum di
bawah eksekutif;
2) Pengendalian sistem pendidikan dan
penghancuran pemikiran kritis, termasuk dalam pemikiran hukum; Singkatnya, pada
masa orde baru tak ada
perkembangan yang baik dalam hukum Nasional.
perkembangan yang baik dalam hukum Nasional.
4. Periode Pasca Orde Baru (1998 –
Sekarang)
Sejak pucuk eksekutif di pegang Presiden Habibie hingga sekarang, sudah terjadi empat kali amandemen UUD RI. Di arah perundang-undangan dan kelembagaan negara, beberapa pembaruan formal yang mengemuka adalah:
Sejak pucuk eksekutif di pegang Presiden Habibie hingga sekarang, sudah terjadi empat kali amandemen UUD RI. Di arah perundang-undangan dan kelembagaan negara, beberapa pembaruan formal yang mengemuka adalah:
1) Pembaruan sistem politik dan ketetanegaraan;
2) Pembaruan
sistem hukum dan hak asasi manusia; dan
3) Pembaruan sistem ekonomi.
Sumber :
https://http716.wordpress.com/2016/10/29/sejarah-hukum-indonesia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar