Sistematika Hukum Perdata yang
Berlaku di Indonesia
Hukum
perdata di Indonesia mengenal 2 sistematika :
1. Sistematika hukum perdata menurut
undang – undang yaitu hubungan perdata sebagaimana termuat dalam kitab Undang –
undang hukum perdata yang terdiri :
Buku I : tentang orang yang mengatur hukum
perseorangan dan hukum keluarga (pasal 1 s/d 498)
Buku II : Tentang benda yang mengatur hukum benda dan
hukum waris (pasal 499 s/d 1232)
Buku III : Tentang perikatan yang mengatur hukum
perikatan dan hukum perjanjian (pasal 1233 s/d 1864)
Buku IV : Tentang pembuktian dan kadaluwarsa yang
mengatur alat – alat bukti dan akibat lewat waktu terhadap hubungan hukum
diatur (pasal 1805 s/d 1993)
2. Menurut ilmu pengetahuan hukum,
sistematika hukum perdata material terdiri :
Hukum
tentang orang/hukum perorangan/badan pribadi : mengatur tentang manusia sebagai
subyek hukum, mengatur tentang perihal kecakapan untuk bertindak sendiri atau
hukum perorangan mengatur tentang hal – hal diri seseorang.
Hukum
tentang keluarga /hukum keluarga : mengatur tentang manusia sebagai subyek
hukum,mengatur tentang perihal kecakapan untuk bertindak sendiri atau hukum
keluarga mengatur tentang hukum yang timbul di perkawinan.
Hukum
tentang harta kekayaan / hukum harta benda : mengatur perihal hubungan-hubungan
hukum yang dapat diukur dengan uang. Hak mutlak yang memberi kekuasaan atau
suatu benda yaa.
Hukum
Waris (erfrecht) : memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur
tentang benda atau harta kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia, dengan
perkataan lain hukum yang mengatur peralihan benda dari orang yang meninggal
dunia kepada orang yang masih hidup.
Hukum
Perdata (Hukum Perikatan)
perikatan
adalah hubungan hukum antara dua pihak, di mana pihak yang satu berhak menuntut
sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban memenuhi
tuntutan tersebut.
Macam-macam
Perikatan :
Perikatan
bersyarat (Pasal
1253-1267 KUHPer)
Perikatan Bersyarat mengandung arti
bahwa suatu perikatan adalah bersyarat apabila ia digantungkan pada suatu
peristiwa yang masih akan datang dan yang masih belum tentu akan terjadi.
Perikatan bersyarat terdiri dari:
1.
Perikatan dengan syarat tangguh. Ialah perikatan lahir jika peristiwa tersebut telah
terjadi pada detik terjadinya peristiwa tersebut (1263 KUHPer).
2.
Perikatan dengan suatu syarat batal. Ialah perikatan yang sudah lahir akan berakhir atau
batal jika peristiwa tersebut terjadi. Perikatan juga batal apabila (1). Syarat
itu bertentangan dengan susila atau yang dilarang UU. (2). Pelaksanaan
digantungkan pada kemauan debitur(Pasal 1256 KUHPer)
Perikatan
dengan ketetapan waktu (Diatur dalam Pasal 1268-1281 KUHPer).
Perikatan dengan ketetapan waktu ialah
perikatan yang hanya menangguhkan pelaksanaannya atau lama waktu berlakunya
suatu perikatan.
Perikatan
mana suka (alternatif)
Dalam perikatan mana suka, si debitur
dibebaskan jika ia menyerahkan salah satu dari dua barang yang disebutkan dalam
perjanjian, tapi ia tidak dapat memaksa kreditur untuk menerima sebagian dari
barang yang lainnya (Pasal 1272 KUHper).
Perikatan
tanggung menanggung
Jika dalam suatu perjanjian secara
teas kepada masing-masing pihak diberikan hak untuk menuntut pemenuhan seluruh
utang, sedang pembayaran yang dilakukan kepada salah seorang membebaskan pihak
yang berutang.
Misalnya, dalam Firma, jika salah satu
pihak dalam firma tersebut utang kepada bank atas nama firma, maka semua
anggota yang terdapat dalam firma akan menanggung utang dari pihak yang
berutang kepada bank tadi (tanggung-renteng).
Perikatan
yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
Pada hakekatnya perikatan ini
tergantung pada kehendak kedua belah pihak, tentang memenuhi prestasi (kewajiban
yang diperjanjikan).
Perikatan
dengan suatu ancaman hukuman
Perikatan ini bertujuan untuk
mecegah jangan sampai orang (si berhutang/kreditur) melalaikan
kewajibannya. Hukuman ini biasanya ditetapkan dalam suatu jumlah tertentu
(uang), yang merupakan pembayaran kerugian atas wanprestasi yang sejak semula
ditetapkan sendiri oleh para pihak yang membuta perjanjian itu.
Sumber-sumber Perikatan
Perikatan yang bersumber dari perjanjian (Pasal 1313
KUHPer), terdiri dari:
1.
Perjanjian
bernama,yakni perjanjian yang sudah ditentukan dan diatur dalam Perpu/UU.
Misalnya: jual-beli, sewa-menyewa.
2.
Perjanjian
tidak bernama, yakni perjanjian yang belum ada dalam UU. Misalnya: leasing,
dsb.
Perikatan yang bersumber dari Undang-Undang (Pasal
1352 KUHPer)
1.
Undang-undang
saja (1352 KUHPer), contohnya: hak numpang pekarangan.
2.
Undang-undang
karena perbuatan orang (Pasal 1353 KUHPer), contohnya: perbuatan yang halal
(1354 KUHPer) dan perbuatan yang melawan hukum (1365 KUHPer).
Hubungan
Perikatan dengan Perjanjian
Menurut
Prof. Subekti, perkataan “perikatan” mempunyai arti yang lebih luas dari
perkataan “perjanjian”. Perikatan lebih luas dari perjanjian, karena perikatan
itu dapat terjadi karena:
1.
Perjanjian
2.
Undang-Undang
Dengan demikian dapat disimpulkan,
bahwa antara perjanjian dengan perikatan mempunyai hubungan, di mana perjanjian
menerbitkan perikatan. Perjanjian merupakan bagian dari perikatan. Jadi,
perjanjian melahirkan perikatan dan perjanjian merupakan sumber terpenting
dalam perikatan.
Penghapusan
Perikatan
Menurut
Pasal 1382 KUHPer, hapusnya perikatan terjadi karena:
·
Pembayaran. Pelunasan
berupa prestasi dalam perjanjian (Pasal 1382 -1403 KUHPer)
·
Penawaran pembayaran diikuti dengan penyimpanan atau penitipan. Diatur dalam Pasal
1404-1412 KUHPer, jika si berpiutang menolak pembayaran, maka si
berutang dapat melakukan penawaran pembayaran tunai dengan perantaraan notaris
atau juru sita, jika si berpiutang menolaknya, maka si berutang menitipkan uang
atau barangnya kepada Paniter Pengadilan Negeri untuk disimpan. Maka hal ini
akan membebaskan si berutang dan berlaku sebagai pembayaran.
·
Pembaharuan Utang (novasi). Pembuatan perjanjian baru yang menghapuskan
perikatan yang lama, sambil meletakkan suatu perikatan baru (Subekti, 2003, hlm
156)
·
Perjumpaan utang (kompensasi/timbal balik). Pencampuran utang terjadi apabila
kedudukan sebagai orang berpiutang (kreditur) dan orang berutang (debitur)
berkumpul apda 1 orang(1436 KUHPer). Pencampuran yang terjadi pada diri debitur
utama berlaku juga untuk keuntungan para penanggung utangnya.
·
Pembebasan utang. Suatu
perbuatan hukum di mana kreditur dengan sukarela membebaskan/melepaskan haknya
dari debitur dari segala kewajibannya (1438-1443 KUHPer).
·
Musnahnya barang yang terutang (1444-1445 KUHPer). Barang yang menjadi oyek
perjanjian musnah, tidak dapat lagi diapa-apakan.
·
Pembatalan. Hapusnya
perikatan karena pembatalan diatur dalam Pasal 1446 KUHPer, disebutkan
pembatalan perikatan apabila: (a). Perikatan itu dibuat oleh mereka yang
tidak cakap hukum, (b). Perikatan yang dibuat dengan paksaan, kekhilafan
dan penipuan.
·
Berlakunya suatu syarat batal. Suatu syarat batal adalah syarat yang apabila
dipenuhi, menghentikan perikatan dan membawa segala sesuatau kembali pada
semula, seolah-olah tidak terjadi perikatan.
Sumber :